Operasi Nekad Penculikan Admin Kompasiana, Gara-gara Tidak HL (Part 2 Habis)


BAGIAN PERTAMA: OPERASI NEKAD PENCULIKAN ADMIN KOMPASIANA, GARA-GARA TIDAK HL
Personel Operasi Geledek Bisu tidak bisa berlama-lama di gedung kosong itu, setelah memotret dan merekam streaming singkat situasi terakhir, pada menit ke 22 operasi, komandan peleton memanggil heli untuk mengevakuasi seluruh anak buahnya. Setelah semua mengudara, penghitungan jumlah personel menghasilkan jumlah 60 orang, lengkap. Segalanya telah berjalan baik sesuai dengan rencana. Hanya kegagalan menculik admin kompasiana saja cacad operasi itu. Penerbangan dari Jakarta ke pangkalan militer Indonezilla berlangsung hening. Tak ada tentara yang bersuara. Empat puluh lima menit setelah mengudara, komandan peleton mengeluarkan buku panduan kode rahasia dan menyusun laporan dinasnya ke pusat komando Indonezilla.

Disebuah ruangan yang amat khusus di pangkalan Indonezilla, sejumlah perwira militer telah menunggu kabar dengan berdebar-debar. Bagaimana hasil operasi? Berapa korban yang jatuh? Apakah semua admin kompasiana dapat "diselamatkan?"

Jumat petang, datanglah kabar yang ditunggu itu: "Tidak ada admin kompasiana di kantor!" Sudah tentu kabar itu disampaikan dengan kode yang amat dirahasiakan. Bukan kabar semacam itu yang mereka nantikan. Reaksi pucuk pimpinan militer tidak seragam antara kekecewaan dan ketidakpercayaan terhadap kabar tersebut.

Dalam beberapa menit, Presiden Indonezilla sudah ada di saluran telepon, minta kepada menteri pertahanan yang ada diruangan agar menyampaikan ucapan selamatnya kepada semua personel operasi. Mereka itu semua gagah berani, katanya. Persoalan operasi yang penuh sukses itu kelak menjadi "tertutup, tidak kentara", karena masyarakat lebih meributkan kegegabahan perancang operasi mengirimkan regu berani mati ke sebuah bangunan kosong. Kritik pedas datang dari mana-mana dan menteri Pertahanan kewalahan memberi jawaban yang dapat diterima akal sehat.

Wartawan yang tidak dapat menerima keterangan yang "serba penuh rahasia kemiliteran" melancarkan kritik pedas ke alamat pemerintah indonezilla, khususnya ke Departemen Pertahanan. Para politisi hingar bingar digedung rakyat, memaksa membentuk Pansus dan menteri Pertahanan harus bolak balik memberikan keterangan panjang lebar tentang operasi, padahal dia sendiri tidak tahu sampai ke detil perancangan operasi yang amat dirahasiakan itu. Yang menjadi pertanyaan besar adalah, mengapa sampai misi yang begitu penting, hebat dan dapat memancing kemarahan internasional, tidak tahu kantor kompasiana kosong melompong? Pasti ini kegagalan pihak intelijen, kini semua pihak mengarahkan telunjuk kesana.

Bagaimana kerja para intelijen Indonezilla? Pesawat-pesawat pemotret udara dan kamera-kamera rahasia? Masuk akal kah mereka tidak dapat mengetahui bahwa sebuah bangunan ada isi atau tidak? Jawab menteri pertahanan: "Kita belum mampu menemukan kamera yang dapat menembus atap sebuah gedung". Belasan ribu foto udara kantor kompasiana selama beberapa minggu menunjukkan gedung itu berisi admin, bahkan ada kode-kode rahasia dengan bungkus rokok.

Kegemparan itu membelah pendapat umum, wartawan sulit mendapatkan berita dari sumber utama, yakni para pelaku operasi, karena semua militer yang terlibat adalah orang-orang yang tidak suka publikasi dan sudah biasa melakukan misi rahasia yang berbahaya.

Menteri pertahanan mengaku bahwa ia memperhatikan adanya kesibukan istimewa hilir mudik antara pangkalan militer dengan mejanya. Ia keheranan karena semua serba dirahasiakan, bahkan rahasia amat penting. Ia juga menampung keluhan dari berbagai satuan tempur, tentang kegiatan yang membingungkan pihak lain, tentang tiba-tiba diambilnya sejumlah helikopter dan tidak boleh digunakan oleh satuan lain, tentang pesanan barang-barang "khusus" dan sebagainya. Menteri pertahanan yang berpengalaman dibagian intelijen pun mencoba mereka-reka, dan "membuat gambar" sendiri tentang kesibukan rahasia itu, sekalipun dari balik mejanya, secara rahasia pula. Dia sebenarnya ingin mengajukan teorinya tentang penyerbuan kompasiana. Namun Presiden Indonezilla menganggapnya sebagai "perwira yang otaknya tidak waras"

Seandainya dewan dan masyarakat Indonezilla mendapatkan informasi yang betul, mungkin mental mereka akan lebih siap menerima motivasi dibelakang penyerbuan ke kompasiana (yang telah dikosongkan) dan peluang yang tipis untuk keberhasilannya. Namun bagaimana caranya menyiarkan "operasi militer yang rahasia" sebagai pengetahuan umum?

Akhirnya pada malam hari pukul 20.00, untuk mencegah meluasnya isu hingga level internasional, lewat siaran pidato di ruang jamuan makan yang sangat singkat, Presiden Indonezilla terpaksa mencari alasan untuk mengatakan bahwa operasi itu tidak pernah dilakukan, habis perkara.
READ MORE » Operasi Nekad Penculikan Admin Kompasiana, Gara-gara Tidak HL (Part 2 Habis)

Operasi Nekad Penculikan Admin Kompasiana, Gara-gara Tidak HL



Pada suatu sore, saya kedatangan sahabat seorang kompasianer (tak mau disebut nama) mengajak minum-minum disebuah cafe. Dalam percakapan iseng-iseng, seolah mabuk, dia menanyakan pendapat saya tentang artikel-artikelnya yang tidak pernah HL, saya menanggapinya dengan bercanda. Tapi kemudian dia mengusulkan untuk menculik admin kompasiana untuk "dirawat secara kemanusiaan", sungguh saya tidak menyangka dia akan berpikir senekad itu.

Keesokan harinya dia datang ke markas Indonezilla, dan mengatakan bahwa dia "banyak tahu" tentang kompasiana. Akhirnya saya mengajaknya jalan-jalan disebuah taman. Setelah pembicaraan basa-basi, dia minta maaf, harus cepat pergi karena harus mengupdate beberapa postingannya di kompasiana. Sebelum berpisah, dia menghadiahkan saya sebungkus rokok, dengan permintaan supaya diisap kalau sudah sampai dirumah.  Rokok itu saya terima, saya isap sebatang dan langsung saya kirimkan ke laboratorium Indonezilla untuk diperiksa. Para ahli kode militer Indonezilla mendapati kode-kode morse pada kertas timah rokok, berisi biodata lengkap dari admin kompasiana beserta protokol keamanannya. Informasi itu diberi label "dari sumber asing, dan dapat dipercaya". Saya yang menangkap kabar itu merasa tidak jelas, namun pemberi kabar enggan memberi penjelasan lebih rinci.

Sungguh ironis, disatu sisi jika misi itu berhasil, maka akan mematahkan supremasi kompasiana dijagat maya Hindia Belanda. Tapi kalau gagal, bakal memicu krisis internasional yang gawat seperti meletusnya perang dunia ketiga.

Ditengah kekalutan menentukan pilihan, beberapa sponsor yang selama ini menjadi rival bebuyutan kompasiana (tidak mau disebut nama juga) mengundang saya untuk meeting rahasia. Ternyata sahabat saya kemarin juga ada disana, klop! Hal ini menambah gedebak-gedebuknya hati saya. Tapi karena semua peserta meeting secara aklamasi memberikan lampu hijau untuk operasi ini, dengan berat hati akhirnya saya ikut setuju, demi kemanusiaan, semangatnya. Persetujuan itu dibuat dalam kode yang amat khusus, "Operasi Geledek Bisu"

Tapi yang mengagetkan saya, operasi itu harus menggunakan markas Indonezilla sebagai pusat komando, dengan pertimbangan satu-satunya pangkalan yang memenuhi syarat "rimba" elektronik yang mengkoordinasi komunikasi persenjataan udara, darat dan laut. Bagaimanapun juga, saya merasa jadi manusia yang paling celaka, karena saya bukan orang yang tepat untuk memikul misi "keramat" itu.

Singkat cerita, 24 jam berikutnya, setelah memeriksa persiapan masing-masing, Kepala Staf Gabungan Operasi, Jendral bintang setengah Indonezilla, mengadakan briefing komando. Setelah mendengarkan ceramah 45 menit, akhirnya kelompok diberi tahu bahwa mereka akan menculik admin kompasiana, bahwa operasi yang mereka jalankan sangat rahasia, dan teknisnya baru akan diberitahukan setelah dijalankan. Setelah hening sejenak, mereka bertepuk tangan. Itu menandakan mereka setuju dengan rencana dan siap menanggung akibatnya. Untuk pertama kali selama jadi tentara, Indonezilla mengeluarkan air mata karena terharu.

Perintah berangkat dikeluarkan pukul 3.00 dinihari. Disediakan empat buah pesawat Hercules bermesin empat. Untuk personel tentara persenjataanya berupa senapan otomatis M16, peluncur granat M79, Pistol kaliber 45, Granat Claymore, kapak, penggunting kawat, tali, borgol, senter, racun api, tangga lipat, lampu infra merah dan alat bantu penglihatan malam.

Komandan peleton kemudian memeriksa milik tiap anak buahnya, hal terakhir yang harus disiapkan, personel disuruh makan yang baik dan banyak karena mungkin itulah saat makan yang terakhir selama 12 jam berikutnya, kemudian mereka harus menyemir wajah jadi hitam pekat. Menurut rencana, mereka akan mencapai landing zone kantor kompasiana persis dalam waktu tiga jam. Ketepatan waktu sangat penting, karena perhitungan pergantian admin.

Setelah tiga jam terbang, pasukan lintas udara itu terjun dalam kegelapan. Lima menit kemudian terdengar ledakan yang menimbulkan lubang di sebuah dinding. Setiba di dalam kantor kompasiana, personel mulai membongkari ruangan demi ruangan dengan alat-alat khusus yang dibawanya, ketika tiba-tiba mereka diserang hebat oleh security yang berlari dari gerbang depan, yang masih ketinggalan hidup.

Pasukan akhirnya mencapai ruang admin, namun tak seorang pun admin kompasiana yang dapat mereka temukan. Setelah sepuluh menit menggeledah, akhirnya komandan peleton mengirim berita radio bahwa isi ruang admin negatif. Mereka memotreti semua ruangan yang telah dibongkar dan ternyata kosong!   (to be continue... )

READ MORE » Operasi Nekad Penculikan Admin Kompasiana, Gara-gara Tidak HL